Candi yang terletak di Dusun Sambisari, Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogjakarta ini berjarak +/- 15 kilometer ke arah Timur Laut kota Yogja dan merupakan Candi Hindu beraliran Syiwa yang diperkirakan dibangun oleh Rakai Garung, salah seorang Raja Mataram Hindu dari Wangsa Syailendra pada awal abad ke 9.
Candi yang terletak sekitar 6,5 meter di bawah permukaan tanah karena terpendam oleh timbunan pasir dan batu yang dimuntahkan Gunung Merapi pada letusan tahun 1006 ini ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang petani saat mencangkul sawahnya yang merasa bahwa cangkulnya menghantam sebuah benda keras. Setelah digali dan diamati, benda keras tersebut ternyata sebuah batu berhiaskan pahatan. Selanjutnya, Balai Arkeologi Yogjakarta melakukan penggalian dan penelitian seperlunya.
Kompleks Candi Sari dikelilingi oleh dua lapis pagar batu dengan luas halaman luar sekitar 50 x 48 meter yang berupa pagar batu rendah, sedangkan halaman dalam dikeliling pagar batu setebal 50 cm dengan tinggi sekitar 2 meter. Sementara itu, Candi Sambisari sendiri terdiri dari 1 (satu) unit Candi utama menghadap arah Barat dengan kondisi yang relatif utuh dan 3 (tiga) unit candi perwara yang letaknya berhadapan dengan candi utama berdenah bujur sangkat seluas 4,8 meter persegi. Kondisi candi perwara tidak seutuh candi utama karena saat ini yang tersisa hanya batur atau alasnya saja. Tinggi candi utama sampai dari alas sampai ke puncak mencapai sekitar 7,5 meter dengan batur bujur sangkar seluas 13,65 meter persegi dengan tinggi batus sekitar 2 meter.
Tubuh candi sendiri yang juga berdenah bujur sangkar mempunyai luas sekitar 5 meter persegi. Selisih luas batur dengan tubuh candi membentuk sebuah selasar yang dilengkapi dengan langkan setinggi sekitar 1,2 meter yang menyebabkan tubuh candi tidak terlihat dari luar sehingga menimbulkan kesan tambun. Tangga menuju selasar terletak di bagian depan atau pintu tubuh candi utama yang dilengkapi dengan pipi tangga berhaiskan pahatan sepasang kepala naga dengan mulut menganga, sedangkan batu penyangga kepala naga dihiasi dengan pahatan berupa Gana atau sering juga disebut Syiwaduta, mahluk kecil pengiring Syiwa, dengan posisi berjongkok dan tangan diangkat ke atas sehingga seolah-olah menyangga kepala naga di atasnya. Pahatan Gana ini juga banyak ditemukan di pintu masuk candi – candi besar di kompleks Candi Prambanan.
Di puncak tangga terdapat gerbang paduraksa dengan bingkai dihiasi pahatan motif kertas tempel. Kaki bingkai dihiasi pahatan kepala naga menghadap ke luar dengan mulut menganga. Hiasan yang sama juga terdapat di pintu masuk ke ruangan dalam, namun di ambang pintu ruangan terdapat pahatan Kalamakara tanpa rahang bawah. Sementara itu, pada masing-masing sisi dinding luar tubuh candi terdapat relung berisi arca, diantaranya di dinding selatan terdapat Arca Agastya atau Syiwa Mahaguru dan di dinding utara terdapat Arca Durga Mahisasuramardini. Arca Agastya atau Syiwa Mahaguru digambarkan sebagai sosok pria bertangan dua dan berjenggot sedang berdiri di atas padma. Di sebelah kanannya terdapat sebuah trisula, tombak bermata tiga yang merupakan senjata Syiwa. Arca ini mirip dengan Arca Syiwa Mahaguru yang terdapat di relung selatan Candi Syiwa di Kompleks Candi Prambanan, hanya saja tubuhnya lebih ramping.
Di puncak tangga terdapat gerbang paduraksa dengan bingkai dihiasi pahatan motif kertas tempel. Kaki bingkai dihiasi pahatan kepala naga menghadap ke luar dengan mulut menganga. Hiasan yang sama juga terdapat di pintu masuk ke ruangan dalam, namun di ambang pintu ruangan terdapat pahatan Kalamakara tanpa rahang bawah. Sementara itu, pada masing-masing sisi dinding luar tubuh candi terdapat relung berisi arca, diantaranya di dinding selatan terdapat Arca Agastya atau Syiwa Mahaguru dan di dinding utara terdapat Arca Durga Mahisasuramardini. Arca Agastya atau Syiwa Mahaguru digambarkan sebagai sosok pria bertangan dua dan berjenggot sedang berdiri di atas padma. Di sebelah kanannya terdapat sebuah trisula, tombak bermata tiga yang merupakan senjata Syiwa. Arca ini mirip dengan Arca Syiwa Mahaguru yang terdapat di relung selatan Candi Syiwa di Kompleks Candi Prambanan, hanya saja tubuhnya lebih ramping.
Di relung sebelah Utara terdapat Arca Durga Mahisasuramardini, yaitu Durga sebagai dewi kematian. Seperti yang terdapat di Candi Syiwa di Prambanan, Durga juga digambarkan sebagai dewi bertangan delapan dalam posisi berdiri di atas Lembu Nandi. Satu tangan kanannya dalam posisi bertelekan pada sebuah gada, sedangkan ketiga tangan lainnya masing-masing memegang anak panah, pedang dan cakram. Satu tangan kirinya memegang kepala Asura, sedangkan ketiga tangan lainnya memegang busur, perisai dan bunga. Berbeda dengan yang terdapat di Candi Syiwa, Asura, raksasa kerdil pengiring Durga, di Candi Sambisari digambarkan dalam posisi berlutut. Durga di Candi Sambisari juga digambarkan lebih sensual, dilihat dari posisi berdirinya, kain penutup pinggul yang pendek sehingga memperlihatkan pahanya, payudara yang lebih menonjol, serta senyum yang menghiasi bibirnya. Selanjutnya, di tengah ruangan berukuran sekitar 4,8 m2 dalam tubuh candi terdapat sebuah Lingga lengkap dengan yoninya. Lingga terbuat dari batu berwarna putih, sedangkan yoni di tengah lingga terbuat dari batu berwarna hitam yang sangat keras dan mengkilap. Di sepanjang tepi lingga terdapat alur untuk menampung air persembahan yang dialirkan ke cucuran berhiaskan kepala ular.
Pada tahun 1966 lahan tersebut baru ditetapkan sebagai lahan reruntuhan sebuah candi untuk dilakukan rekonstruksi dan pemugaran. Candi Sambisari selesai dipugar pada tahun 1987 dan ditetapkan sebagai cagar budaya.
photoes by Adji "Gendut" and Herita "Chitonk"
naration edited from National Library of Indonesia 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar