Pada suatu waktu, di Jawa Tengah berdirilah kerajaan yang dipimpin oleh raja denawa (raksasa) pemakan manusia yang gemar memakan manusia bernama Prabu Boko, sesuai dengan nama rajanya, kerajaan itu pun dikenal dengan nama kerajaan Boko. Meskipun berasal dari bangsa denawa, namun Prabu Boko mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik bernama Rara Jonggrang. Sementara itu dalam menjalankan pemerintahan kerajaannya, Prabu Boko dibantu oleh seorang Patih yang bernama Patih Gupolo. Dikisahkan bahwa Prabu Boko berniat memperluas kerajaannya, untuk itu dia berniat merebut kerajaan Pengging yang saat itu dipimpin oleh Prabu Damar Moyo. Bersama dengan Patih Gupolo, Prabu Boko melatih bala tentara untuk berperang dengan kerajaan Pengging, sementara dana peperangan berasal dari pajak yang dipungut dari rakyat.
Setelah persiapan matang selesai, Prabu Boko bersama – sama dengan Patih Gupolo dan pasukannya menyerbu Kerajaan Pengging. Peperangan hebat antara kedua kerajaan itu tidak bisa lagi dihindari. Korban pun berjatuhan di kedua belah pihak. Selain itu, pertempuran ini membuat rakyat kerajaan Pengging semakin menderita karena kelaparan, kehilangan harta benda bahkan tidak sedikit rakyat kerajaan Pengging yang tewas. Demi mengalahkan para penyerang, Prabu Damar Moyo mengirimkan putranya, Pangeran Bandung Bondowoso untuk bertempur melawan Prabu Boko. Tak beberapa lama pertempuran hebat antara kedua ksatria itu pun berlangsung hebat dan Pangeran Bandung Bondowoso pun berhasil mengalahkan Prabu Boko. Mendengar kabar kematian Prabu Boko ditangan Pangeran Bandung Bondowoso, Patih Gupolo menjadi gentar dan melarikan diri mundur kembali ke kerajaan Boko. Namun Pangeran Bandung Bondowoso terus mengejar Patih Gupolo hingga kembali ke kerajaan Boko.
Sesampainya di keraton Boko, Patih Gupolo melaporkan kabar kematian Prabu Boko kepada Putri Rara Jonggang. Mendengar kabar kematian ayahadanya, sang putri pun bersedih dan meratapinya sehingga tidak meyadari bahwa kerajaan Boko telah berhasil dikuasai oleh pasukan kerajaan Pengging di bawah pimpinan Pangeran Bandung Bondowoso.
Setelah persiapan matang selesai, Prabu Boko bersama – sama dengan Patih Gupolo dan pasukannya menyerbu Kerajaan Pengging. Peperangan hebat antara kedua kerajaan itu tidak bisa lagi dihindari. Korban pun berjatuhan di kedua belah pihak. Selain itu, pertempuran ini membuat rakyat kerajaan Pengging semakin menderita karena kelaparan, kehilangan harta benda bahkan tidak sedikit rakyat kerajaan Pengging yang tewas. Demi mengalahkan para penyerang, Prabu Damar Moyo mengirimkan putranya, Pangeran Bandung Bondowoso untuk bertempur melawan Prabu Boko. Tak beberapa lama pertempuran hebat antara kedua ksatria itu pun berlangsung hebat dan Pangeran Bandung Bondowoso pun berhasil mengalahkan Prabu Boko. Mendengar kabar kematian Prabu Boko ditangan Pangeran Bandung Bondowoso, Patih Gupolo menjadi gentar dan melarikan diri mundur kembali ke kerajaan Boko. Namun Pangeran Bandung Bondowoso terus mengejar Patih Gupolo hingga kembali ke kerajaan Boko.
Sesampainya di keraton Boko, Patih Gupolo melaporkan kabar kematian Prabu Boko kepada Putri Rara Jonggang. Mendengar kabar kematian ayahadanya, sang putri pun bersedih dan meratapinya sehingga tidak meyadari bahwa kerajaan Boko telah berhasil dikuasai oleh pasukan kerajaan Pengging di bawah pimpinan Pangeran Bandung Bondowoso.
Saat menyerbu masuk ke dalam keraton, Pangeran Bandung Bondowoso langsung terpikat dan terpesona oleh kecantikan Putri Lara Jonggrang yang luar biasa. Pangeran Bandung Bondowoso langsung jatuh cinta dan melamar Loro Jonggrang untuk menjadi istrinya. Sayangnya, lamaran tersebut ditolak mentah – mentah oleh Putri Lara Jonggrang karena Putri Lara Jonggrang tidak mau dinikahi orang yang membunuh ayahanda dan penjajah negerinya.
Namun Pangeran Bandung Bondowoso terus membujuk dan memaksa sang Putri agar bersedia dipersunting sebagai istrinya. Akhirnya Putri Lara Jonggrang pun bersedia dinikahi oleh Pangeran Bandung Bondowoso asalkan sanggup memenuhi dua syarat yang diajukannya, yaitu membuat sumur yang dinamakan sumur Jalatunda dan membangun seribu candi dalam waktu 1 (satu) malam. Meskipun syarat-syarat itu teramat berat dan mustahil untuk dipenuhi, namun Pangeran Bandung Bondowoso menyanggupinya.
Dengan kesaktiannya sang Pangeran berhasil menyelesaikan sumur Jalatunda dan dengan bangga ditunjukkan kepada sang Putri. Melihat hal tersebut, Putri Loro Jonggrang pun mencari cara memperdaya sang pangeran. Putri Lara Jonggrang membujuk sang Pangeran untuk turun ke dalam sumur guna memeriksa bagian dalamnya dan pada saat sang Pangeran turun ke dalam sumur, sang Putri memerintahkan Patih Gupolo untuk menutup dan menimbun sumur dengan batu guna mengubur Pangeran Bandung Bondowoso hidup-hidup. Namun dengan kesaktiannya, Pangeran Bandung Bondowoso berhasil keluar dengan mendobrak timbunan batu itu. Berkat kecantikan dan bujuk rayunya, sang Putri berhasil terindar dari kemarahan Pangeran Bandung Bondowoso.
Selanjutnya, untuk mewujudkan syarat kedua, yaitu membangun seribu candi dalam waktu 1 (satu) malam, sang Pangeran memanggil makhluk halus serupa jin, setan, dan dedemit dari dalam bumi. Berkat bantuan para mahluk halus itulah, sang Pangeran berhasil menyelesaikan 999 candi. Hal tersebut membuat hati Putri Lara Jonggrang gundah maka sang Putri pun memerintahkan dayang – dayang istana dan perempuan – perempuan desa untuk mulai menumbuk padi serta membakar jerami di arah Timur keratin Boko. Mengira bahwa pagi telah tiba dan sebentar lagi matahari akan terbit, para makhluk halus lari ketakutan bersembunyi masuk kembali ke dalam bumi meskipun pekerjaan mereka belum lagi selesai. Ini berarti Pangeran Bandung Bondowoso tidak dapat memenuhi syarat kedua yang diajukan oleh Putri Lara Jonggrang.
Namun Pangeran Bandung Bondowoso terus membujuk dan memaksa sang Putri agar bersedia dipersunting sebagai istrinya. Akhirnya Putri Lara Jonggrang pun bersedia dinikahi oleh Pangeran Bandung Bondowoso asalkan sanggup memenuhi dua syarat yang diajukannya, yaitu membuat sumur yang dinamakan sumur Jalatunda dan membangun seribu candi dalam waktu 1 (satu) malam. Meskipun syarat-syarat itu teramat berat dan mustahil untuk dipenuhi, namun Pangeran Bandung Bondowoso menyanggupinya.
Dengan kesaktiannya sang Pangeran berhasil menyelesaikan sumur Jalatunda dan dengan bangga ditunjukkan kepada sang Putri. Melihat hal tersebut, Putri Loro Jonggrang pun mencari cara memperdaya sang pangeran. Putri Lara Jonggrang membujuk sang Pangeran untuk turun ke dalam sumur guna memeriksa bagian dalamnya dan pada saat sang Pangeran turun ke dalam sumur, sang Putri memerintahkan Patih Gupolo untuk menutup dan menimbun sumur dengan batu guna mengubur Pangeran Bandung Bondowoso hidup-hidup. Namun dengan kesaktiannya, Pangeran Bandung Bondowoso berhasil keluar dengan mendobrak timbunan batu itu. Berkat kecantikan dan bujuk rayunya, sang Putri berhasil terindar dari kemarahan Pangeran Bandung Bondowoso.
Selanjutnya, untuk mewujudkan syarat kedua, yaitu membangun seribu candi dalam waktu 1 (satu) malam, sang Pangeran memanggil makhluk halus serupa jin, setan, dan dedemit dari dalam bumi. Berkat bantuan para mahluk halus itulah, sang Pangeran berhasil menyelesaikan 999 candi. Hal tersebut membuat hati Putri Lara Jonggrang gundah maka sang Putri pun memerintahkan dayang – dayang istana dan perempuan – perempuan desa untuk mulai menumbuk padi serta membakar jerami di arah Timur keratin Boko. Mengira bahwa pagi telah tiba dan sebentar lagi matahari akan terbit, para makhluk halus lari ketakutan bersembunyi masuk kembali ke dalam bumi meskipun pekerjaan mereka belum lagi selesai. Ini berarti Pangeran Bandung Bondowoso tidak dapat memenuhi syarat kedua yang diajukan oleh Putri Lara Jonggrang.
Ketika mengetahui bahwa semua itu adalah hasil kecurangan dan tipu muslihat Putri Loro Jonggrang, Pangeran Bandung Bondowoso menjadi amat murka dan mengutuk Putri Loro Jonggrang menjadi batu. Dengan kesaktiannya, sang putri pun berubah menjadi arca yang terindah untuk menggenapi candi terakhir. Arca yang berasal dari perubaan wujud Putri Lara Jonggrang, saat ini dikenal sebagai Arca Durga serta berada di ruang utama Candi Prambanan dan terus dikenang sebagai Putri Lara Jonggrang yang berarti “Gadis yang ramping”.
Demikianlah sekelumit kisah tentang kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. Komplek candi yang terletak di daerah Prambanan yang wilayahnya dibagi antara kabupaten Sleman dan Klaten atau sekitar kurang lebih 20 km timur Yogyakarta, 40 km barat Surakarta dan 120 km selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai tinggi bangunan utama setinggi 47 meter dan terdiri dari 8 kuil atau candi utama dan lebih daripada 250 candi kecil. Komplek candi ini mempunyai 3 (tiga) candi utama, yang dikenal dengan nama candi Trisakti yang dipersembahkan kepada
Sang Hyang Trimurti, yaitu candi Batara Siwa sang Penghancur, candi Batara Wisnu sang Pemelihara dan candi Batara Brahma sang Pencipta.
Candi Batara Siwa berada tepatdi tengah-tengah dan terdiri dari 4 (empat) ruangan yang mengarah ke empat arah mata angin. Ruang pertama memuat sebuah arca Batara Siwa setinggi tiga meter, sementara tiga ruang lainnya memuat arca-arca yang ukuran lebih kecil, yaitu arca Durga yang merupakan istri Batara Siwa, arca Agastya yang merupakan guru Batara Siwa, dan arca Ganesa yang merupakan putra Batara Siwa. Dua candi lainnya yaitu yang dipersembahkan kepada Batara Wisnu menghadap ke arah utara dan yang dipersembahkan kepada Batara Brahma menghadap ke arah selatan. Selain itu, dikomplek candi ini juga terdapat beberapa candi kecil lainnya yang dipersembahkan kepada sang lembu Nandini yang merupakan wahana (kendaraan) Batara Siwa, sang Angsa yang merupakan wahana Batara Brahma, dan sang Garuda yang merupakan wahana Batara Wisnu.
Sementara relief di sekeliling dua puluh tepi candi menggambarkan wiracarita Ramayana, namun versi yang digambarkan komplek candi ini berbeda dengan Kakawin Ramayana versi Jawa Kuno. Wiacarita Ramayan yang ada menjadi relief di sekeliling duapuluh tepi candi mirip dengan cerita Ramayana yang diturunkan melalui tradisi lisan. Selain itu kompleks candi ini dikelilingi oleh lebih dari 250 candi yang ukurannya berbeda-beda yang disebut perwara.
Kompleks candi ini pertama kali ditemukan oleh CA. Lons seorang arkeolog berkebangsaan Belanda pada tahun 1733, dan baru mulai dibersihkan pada tahun 1855 oleh Jan Willem IJzerman. Selain itu, Jan Willem IJzerman juga memindahkan beberapa batu dan tanah dari bilik candi. Beberapa saat kemudian (tidak diketahui tahun pastinya) IsaƤc Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan batu-batu candi tersebut ditumpuk secara sembarangan di sepanjang Sungai Opak. Selanjutnya antara tahun 1902 sampai dengan 1903, Theodoor van Erp memelihara bagian yang rawan runtuh dan baru pada tahun 1918 sampai dengan 1926, pengelolaan candi tersebut dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala (Oudheidkundige Dienst) di bawah pimpinan P.J. Perquin dengan cara yang lebih metodis dan sistematis karena para pendahulunya melakukan pemindahan dan pembongkaran beribu – ribu batu tanpa memikirkan adanya usaha pemugaran kembali.Pada tahun 1926 usaha P.J. Perquin dilanjutkan oleh De Haan hingga akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun 1931 De Haan digantikan oleh Ir. V.R. van Romondt hingga pada tahun 1942 karena sejak tahun 1942 kepemimpinan pemugaran/renovasi candi diserahkan kepada putra Indonesia dan itu berlanjut hingga tahun 1993. Banyak bagian candi yang direnovasi menggunakan batu baru karena batu-batu asli banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain. Sebuah candi hanya akan direnovasi apabila minimal 75% batu asli masih ada, oleh karena itu banyak candi-candi kecil yang tak dibangun ulang dan hanya tampak fondasinya saja. Mulai tahun 1991 candi ini adalah sebuah situs budaya yang dilindungi oleh UNESCO, hal ini berarti bahwa kompleks ini terlindung dan memiliki status istimewa, terutama dalam situasi peperangan.
Namun, saat ini komplek candi ini masih dalam taraf penyelesaian pemugaran yang kedua, karena mengalami kerusakan yang cukup parah pada saat gempa bumi berkekuatan 5,9 pada skala Richter atau 6,2 pada skla Richter sebagaimana dilaporkan United States Geological Survey menghantam daerah Bantul dan sekitarnya 27 Mei 2006 gempa bumi.
Referensi - wikipedia terjemahan bebas dari o'om google
Demikianlah sekelumit kisah tentang kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. Komplek candi yang terletak di daerah Prambanan yang wilayahnya dibagi antara kabupaten Sleman dan Klaten atau sekitar kurang lebih 20 km timur Yogyakarta, 40 km barat Surakarta dan 120 km selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai tinggi bangunan utama setinggi 47 meter dan terdiri dari 8 kuil atau candi utama dan lebih daripada 250 candi kecil. Komplek candi ini mempunyai 3 (tiga) candi utama, yang dikenal dengan nama candi Trisakti yang dipersembahkan kepada
Sang Hyang Trimurti, yaitu candi Batara Siwa sang Penghancur, candi Batara Wisnu sang Pemelihara dan candi Batara Brahma sang Pencipta.
Candi Batara Siwa berada tepatdi tengah-tengah dan terdiri dari 4 (empat) ruangan yang mengarah ke empat arah mata angin. Ruang pertama memuat sebuah arca Batara Siwa setinggi tiga meter, sementara tiga ruang lainnya memuat arca-arca yang ukuran lebih kecil, yaitu arca Durga yang merupakan istri Batara Siwa, arca Agastya yang merupakan guru Batara Siwa, dan arca Ganesa yang merupakan putra Batara Siwa. Dua candi lainnya yaitu yang dipersembahkan kepada Batara Wisnu menghadap ke arah utara dan yang dipersembahkan kepada Batara Brahma menghadap ke arah selatan. Selain itu, dikomplek candi ini juga terdapat beberapa candi kecil lainnya yang dipersembahkan kepada sang lembu Nandini yang merupakan wahana (kendaraan) Batara Siwa, sang Angsa yang merupakan wahana Batara Brahma, dan sang Garuda yang merupakan wahana Batara Wisnu.
Sementara relief di sekeliling dua puluh tepi candi menggambarkan wiracarita Ramayana, namun versi yang digambarkan komplek candi ini berbeda dengan Kakawin Ramayana versi Jawa Kuno. Wiacarita Ramayan yang ada menjadi relief di sekeliling duapuluh tepi candi mirip dengan cerita Ramayana yang diturunkan melalui tradisi lisan. Selain itu kompleks candi ini dikelilingi oleh lebih dari 250 candi yang ukurannya berbeda-beda yang disebut perwara.
Kompleks candi ini pertama kali ditemukan oleh CA. Lons seorang arkeolog berkebangsaan Belanda pada tahun 1733, dan baru mulai dibersihkan pada tahun 1855 oleh Jan Willem IJzerman. Selain itu, Jan Willem IJzerman juga memindahkan beberapa batu dan tanah dari bilik candi. Beberapa saat kemudian (tidak diketahui tahun pastinya) IsaƤc Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan batu-batu candi tersebut ditumpuk secara sembarangan di sepanjang Sungai Opak. Selanjutnya antara tahun 1902 sampai dengan 1903, Theodoor van Erp memelihara bagian yang rawan runtuh dan baru pada tahun 1918 sampai dengan 1926, pengelolaan candi tersebut dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala (Oudheidkundige Dienst) di bawah pimpinan P.J. Perquin dengan cara yang lebih metodis dan sistematis karena para pendahulunya melakukan pemindahan dan pembongkaran beribu – ribu batu tanpa memikirkan adanya usaha pemugaran kembali.Pada tahun 1926 usaha P.J. Perquin dilanjutkan oleh De Haan hingga akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun 1931 De Haan digantikan oleh Ir. V.R. van Romondt hingga pada tahun 1942 karena sejak tahun 1942 kepemimpinan pemugaran/renovasi candi diserahkan kepada putra Indonesia dan itu berlanjut hingga tahun 1993. Banyak bagian candi yang direnovasi menggunakan batu baru karena batu-batu asli banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain. Sebuah candi hanya akan direnovasi apabila minimal 75% batu asli masih ada, oleh karena itu banyak candi-candi kecil yang tak dibangun ulang dan hanya tampak fondasinya saja. Mulai tahun 1991 candi ini adalah sebuah situs budaya yang dilindungi oleh UNESCO, hal ini berarti bahwa kompleks ini terlindung dan memiliki status istimewa, terutama dalam situasi peperangan.
Namun, saat ini komplek candi ini masih dalam taraf penyelesaian pemugaran yang kedua, karena mengalami kerusakan yang cukup parah pada saat gempa bumi berkekuatan 5,9 pada skala Richter atau 6,2 pada skla Richter sebagaimana dilaporkan United States Geological Survey menghantam daerah Bantul dan sekitarnya 27 Mei 2006 gempa bumi.
Referensi - wikipedia terjemahan bebas dari o'om google
Photo - photo - Nugroho D.A. & A. Herita RDK
Special thank's 4 Maria & Agung from Lintas Wisata
2 komentar:
bagus jie....
lu suka nengok2 sejarahnya juga ya...
klo gw lbh banyak hanya liat2 aja
baru belajar kok, Jay ..
gw ngeblog justru karena tertarik sama blog elu ..
Posting Komentar