Minggu, 29 Agustus 2010

- MADAKARIPURA


“… Menyaksikan matahari terbit …” itulah kata-kata yang selalu kita dengar jika wisatawan ditanya apa yang dilakukan saat mengunjungi kawasan wisata Gunung Bromo. Tetapi sebenarnya di kawasan wisata Gunung Bromo terdapat 1 (satu) lagi tempat wisata yang sangat unik, menawan dan menantang untuk dikunjungi. Namanya, Air Terjun Madakaripura dan lokasinya hanya sekitar 45 menit sampai dengan 1 jam dari lautan pasir ke arah Probolinggo. Seperti yang diceritakan oleh Langit Kresna Hariadi dalam buku serial Gajah Mada dengan judul Madakaripura Hamukti Moksa (halaman 557) yang menceritakan bahwa Mahapatih Majapahit Gajah Mada memohon kepada Prabu Maharaja Hayam Wuruk untuk menamai tempat tinggalnya dalam menghabiskan sisa hidupnya dengan nama Madakaripura “… Hamba berterima kasih menerima anugerah sima ini. Selanjutnya, karena di sima anugerah Tuanku ini telah berdiri pesanggrahan, dengan ini, hamba mohon izin untuk menadai sima ini dengan nama Madakaripura …”, penduduk setempatpun mengatakan bahwa nama Madakaripura diambil dari cerita yang menceritakan bahwa konon Mahapatih Gajah Mada menghabiskan akhir hayatnya dengan bersemedi di air tejun ini. Cerita ini didukung dengan adanya arca Gajah Mada di tempat parkir area tersebut.
Tempat wisata ini tidak terlalu sulit untuk dicapai, karena lokasi dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan pribadi atau mobil sewaan (untuk mobil sewaan dari kawasan wisata Gunung Bromo dapat menyewa Izusu Panther sebesar Rp300.000,- pp + supir dan tambah Rp50.000,- jika kita mau langsung diantar ke Probolinggo, 05/2010). Jika membawa mobil pribadi dari arah Probolinggo maka sesampai di desa Sukapura berbelok ke kanan, melewati jalan aspal dengan pemandangan berupa gunung tinggi di bagian kiri dan kanan. Pintu masuk kawasan wisata air terjun Madakaripura yang ditandai dengan lahan parker yang luas dan patung Gajah Mada akan terlihat setelah kita menempuh +/- 5 km perjalanan. Selanjutnya, perjalanan dilanjutkan dengan jalan kaki melewati jalan setapak yang terbuat dari semen yang diapit tebing tinggi dengan pepohonan lebat beserta iringan kicauan burung dan derikan kumbang serta diselingi beberapa kali melakukan susur sungai berbatu-batu dengan air yang dingin karena beberapa bagian jalan terputus terhalang oleh pohon rubuh atau ada bekas longsor. Perjalanan ini cukup menguras tenaga, namun semua rasa lelah dan capai akan sirna begitu kita sampai di lokasi air terjun. Disini kita akan bertemu dengan warung kecil, pos penjaga dan toilet (bisa ganti baju), disitu terdapat pula penyewaan payung bila kita tidak ingin terlalu basah kuyup. Air terjun ini berawal dari air yang mengalir dari tebing memanjang dan membentuk tirai, sehingga kita bisa berpayung ria berjalan di bawahnya. Di ujungnya, kita akan bertemu dengan sebuah ruangan berbentuk lingkaran berdiameter kira-kira 25 meter. Berdiri di dalam ruangan alam ini kita akan merasa seolah berada di dasar sebuah tabung, dimana terdapat air terjun dengan ketinggian sekitar 200 meter, dengan limpahan air yang jatuh dengan derasnya dari atas dan berubah menjadi selembut kapas ke kolam berwarna kehijauan. Air yang jatuh di kolam ini menimbulkan bunyi yang berirama, terkadang bunyi yang ditimbulkannya lebih keras dikarenakan air yang jatuh lebih deras. Keunikan dan kesejukan air terjun ini membuat kita betah berlama-lama memandanginya. Untuk anda penggemar fotografi, kawasan wisata air terjun Madakaripura ini bisa menjadi obyek yang tidak habis-habisnya, mulai dari pintu masuk kedatangan hingga suasana air terjun yang seolah dalam tabung.

Selanjutnya, dalam bukunya Langit Kresna Hariadi, menuliskan “… Biarlah orang mengenangku hanya sebagai Gajah Mada yang tanpa asal usul, tak diketahui siapa orang tuanya, tak diketahui di mana kuburnya, dan tidak diketahui anak turunnya. Biarlah Gajah Mada hilang lenyap, moksa tidak diketahui jejak tapak kakinya, murca berubah bentuk menjadi udara …” dan dibagian terakhir dari bukunya tertulis “… Untuk membebaskan diri darinya bukan pekerjaan yang gampang. Aku tidak punya pilihan lain kecuali memutar udara itu dengan kencang, makin kencang dan makin kencang. Aku berharap saat pusaran angin itu bubar, hilang pula aku …”.
Demikianlah sekelumit saat-saat terakhir dari Mahapatih Majapahit Gajah Mada yang terkenal dengan sumpahnya untuk menyatukan nusantara, Sumpah Palapa dan memang menurut beberapa literatur, saat moksa, terjadi pusaran angin yang sangat kencang yang membawa jasad Gajah Mada lenyap entah kemana.

cerita, ND. Adji & A. Herita Ratna DK.
Dikutip dari : Wikipedia terjemahan bebas
Gajah Mada “Madakaripura Hamukti Moksa” dari Langit Kresna Hariadi
Photoes, ND. Adji & A. Herita Ratna DK.
Photo-photo lainnya bisa dilihat di FB - Nugroho Dewa Adji
Location, Madakaripura, Probolinggo, Jawa Timur.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

lu klo buat tulisan gini, selalu mencari sejarah setempat ya... oke jie, kerennn